MAKALAH ILMU TAUHID : DZAT, SIFAT RUBUBIYAH DAN ULUHIYAH

Di Susun Guna Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ilmu Tauhid


Kelompok :
1. MURNI PUJI UTAMI ( 1807016089 )
2. DEVI LESTARI ( 1807016114 )
3. ZULFIKAR RISQI NOERMARTANTO ( 1807016126 )

laporan makalah ilmu tauhid


UNIVERSITAS NEGERI ISLAM WALISONGO
2018

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang dzat, sifat, rububiyah dan uluhiyah dalam ilmu tauhid.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.


PENDAHULUAN
Semua ajaran pokok agama Islam (usuluddin) tercakup dalam Al-Qur’an dan sebagai penunjang adalah sunnah. Demikian pula tentang iman kepada Allah, yang intinya adalah beriman kepada keesaan Allah (tauhid). Makna tauhid ialah meyakinkan (mengiktikadkan bahwa Allah adalah satu, tidak ada syarikat bagi-Nya). Formulasi yang paling pendek kalimat tauhid, la ilaha illallah. Kalimah syahadat inilah yang kalau disatukan dengan syahadat rasul, Muhammadurrasulullah, seseorang sudah diakui sah sebagai orang Islam.
Tauhid menjadi landasan dasar dan inti ajaran Islam yang membedakan manusia menjadi muslim atau kafir. Jika manusia mengerti makna tauhid, maka akan membuat manusia dapat menghindari setiap bentuk keingkaran.
Tauhid merupakan bagian paling penting dari keseluruhan subtansi aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Bagian ini harus dipahami secara utuh agar maknanya yang sekaligus mengandung klasifikasi jenis-jenisnya dapat terealisasi dalam kehidupan sehari-hari.
Pembahasan tauhid cukup luas, mendalam, dan rumit. Oleh karena itu, untuk membahas lebih fokus persoalan tauhid, maka pada bagian berikut ini akan kita telaah bersama tentang pengertian tauhid dzat, sifat, rububiyah, dan uluhiyah.

Rumusan Masalah
A. Konsep Tauhid
a) Dzat ?
b) Sifat ?
c) Uluhiyah ?
d) Rububiyah ?
B. Perbedaan Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah ?




PEMBAHASAN
A. KONSEP TAUHID
a. Tauhid Dzat
Secara global, makna dari tauhid dzat adalah meng-Esakan dzat Allah SWT. Meng-Esakan dari segala dzatnya yang berbeda dari dzat manusia, mengimani bahwa dzat yang dimilikinya tidaklah tersusun, terbentuk, ataupun sama sebagaimana dengan makhluknya.
Secara definisi, tauhid dzat bisa diartikan sebagai wujud Allah tanpa berbentuk, berwarna, tersusun, terarah, terbeban dan tidaklah sama seperti manusia yang tersususn dari segala anggota tubuh, ada tangan, telinga, mata, hidung, perut, dsb. Demikian juga kepada makhluk lainnya seperti malaikat, makhluk halus dan ruh, yang pada hakikatnya juga semua itu berbentuk, tersususun, dan memiliki persamaan antara satu dengan lainnya, untuk itu Allah mustahil demikian dan mustahil mempunyai persamaan Dzat yang lainnya.
Dzat Allah adalah wujud, ia hidup dan tak akan pernah mati, dzat Allah tidaklah tersususn dari bahan pendukung apapun, dzat Allah tidak terbuat dari unsur alam, ia tidak memiliki massa konversi seperti maju, kedepan, kebelakang, besar, panjang, tinggi yang mempunyai batas, pendek, berat, ringan, ke kiri, ke kanan, ke atas, ke bawah, dsb. Mustahil bagi Allah demikian, memiliki massa, materi, dan berada di dalam kurun waktu
Dzat Allah tidak memiliki tempat dan tidak membutuhkan tempat walaupun ia menciptakan segala tempat tapi ia tidaklah bertempat. Selain itu dzat Allah tidak memiliki posisi tempat, seperti sebahagian orang memandang bahwa Allah dia atas. Cara pandang ini sangatlah salah, Allah tidaklah di atas, tidak di bawah atau Allah tidak dimana-mana, namun Allah adalah wujud, ada namun tidak memiliki tempat dan posisi. Hal ini perlu dipahami baik-baik karena di antara umat muslim hari ini terkadang menganggap Allah ada dimanana-mana, atau ada di atas. Bentuk pemahaman semacam ini tidaklaha dibenarkan, karena jika Allah dia atas maka sama artinya Dia bertempat, untuk itu jika bertempat atau ia di atas maka akan mudah ditanggapi oleh akal bahwa setiap apapun yang bersifat atas pastilah ada sifat yang dibawah, maka mustahil Allah seperti ini. Dzat Allah tidaklah diatas dan juga tidak di bawah. Begitu juga anggapan sebahagian orang yang mengatakan bahwa Allah ada dimana-mana, hal ini jugalah salah karena pada hakikatnya Allah tidaklah dimana-mana, jika demikian maka sama artinya Allah adalah banyak, terbilang dan bukanlah Esa anggapan demikian adalah salah dan tidak dibenarkan bagi seorang muslim memiliki cara pandang semacam ini karena akan membawa kepada anggapan yang tidak-tidak.

b. Tauhid Sifat ( Asma Wa Sifa’ )
kata “صفة” dalam bahasa Arab berbeda dengan “sifat” dalam bahasa indonesia. Kata “صفة” dalam bahasa arab mencakup segala informasi yang melekat pada suatu yang wujud. Sehingga “sifat bagi benda” dalam bahasa arab mencakup sifat benda itu sendiri, seperti besar kecilnya, tinggi rendahnya, warnanya, keelokannya, dan lain-lain. Juga mencakup apa yang dilakukannya, apa saja yang dimilikinya, keadaan, gerakan, dan informasi lainnya yang ada pada benda tersebut.
Dengan demikian, kata “صفة الله” mencakup perbuatan, kekuasaan, dan apa saja melekat pada Dzat Allah, dan segala informasi tentang Allah. Karena itu, sering kita dengar ungkapan ulama, bahwa diantara sifat Allah adalah Allah memiliki tangan yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah memiliki kaki yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah turun ke langit dunia, Allah bersemayam di Arsy, Allah tertawa, Allah murka, Allah berbicara, dan lain-lain. Dan sekali lagi, sifat Allah tidak hanya berhubungan dengan kemurahan-Nya, keindahan-Nya, keagungan-Nya, dan lain-lain.
Pengertian Tauhid Asma wa Sifat
Iman kepada Asma’ dan sifat Allah yaitu menetapkan Asma’ dan sifat Allah berdasarkan apa yang akan ditetapkan oleh Allah untuk Diri-Nya dalam Al-Quran maupaun suanah Rasulullah sesuai dengan apa yang pantas bagi Allah. Tdak ada sesuatu apapun yang menyerupai Allah dalam Asma’ dan Sifat-Nya.

c. Tauhid Uluhiyah
Kata uluhiyah diambil dari kata ilah yang berarti Yang disembah dan yang Ditaati. Kata ini digunakan untuk menyebut sembahan yang hak dan yang batil. Untuk sembahan yang hak terlihat misalnya dalam firman Allah SWT:
ألله لاإلاهوالحي القيوم
“Dia-lah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus urusan makhluk-Nya…”. (al-Baqarah:225)
Menurut Abdul Wahab, tauhid uluhiyyah berarti mengesankan Allah dalam ibadah baik islam, iman, ikhsan, doa, khauf, raja’, tawakkal, raghabah, rahbah, khusyu’, sholat, haji, syiam, ifak dsb. Maksudnya adalah menunjukkan atau mengarahkan semuia berebntuk ibadah tersebut hanya kepada Allah saja .
Pengertian Tauhid Uluhiyah dalam terminologi syariat Islam sebenarnya tidak keluar dari kedua makna tersebut. Maka definisinya adalah “Mengesakan Allah dalam ibadah dan ketaatan. Atau mengesakan Allah dalam perbuatan seperti shalat, puasa, zakat, haji, nadzar, menyembelih sembelihan, rasa takut, rasa harap dan cinta. Maksudnya semua itu dilakukan yaitu bahwa kita melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya sebagai bukti ketaatan dan semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT”.
Oleh sebab itu, realisasi yang benar dari Tauhid Uluhiyah hanya bisa terjadi dengan dua dasar:
Pertama, memberikan semua bentuk ibadah hanya kepada Allah SWT semata tanpa adanya sekutu lain.
Kedua, hendaklah semua bentuk ibadah itu sesuai dengan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya melakukan maksiat.

Dengan begitu maka Tauhid Uluhiyah merupakan jenis tauhid yang terpenting dan paling mendasar. Diatas Tauhid Uluhiyah kehidupan dijalankan dan syariat ditegakkan. Tak ada perintah dan ketaatan kecuali hanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah sebabnya setiap kali Allah SWT mengutus seorang Rasul Ia selalu menyertakan Tauhid Uluhiyah sebagai misi utamanya. Itulah misalnya yang kita temukan dalam firman Allah berikut:

وماٲرسلنامن قبلك من رسول إلانوحي إليه ٲنه لاإله إلا أنافعبدون
“Dan tiadalah Kami mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwasannya tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku”. (al-Anbiya’:25)

Tauhid Uluhiyah adalah hak Allah sendiri yang tak boleh diberikan kepada yang lain . Rasulullah bersabda:

وحق الله على العباد٬أن يعبدوه فلايشركوابه شيئا. رواه البخارى ومسلم
“Dan hak Allah atas hamba-hamba adalah hendaknya mereka menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu yang lain”. (HR. Bukhari Muslim)

Seluruh nash-nash syari’at Islam menunjukkan wajibnya kita meyakini tauhid uluhiyah dan bahwa tak seorang pun yang tidak membutuhkannya. Allah berfirman:

لوكان فيهماءالهةإلاالله لفسدتا

“Seandainya pada keduanya (langit dan bumi) ada Tuhan selain Allah niscaya rusaklah keduanya”. (Yusuf:22)

Maksudnya seandainya ada banyak Tuhan niscaya langit dan bumi akan rusak. Tetapi kerusakan ternyata tidak terlihat. Itu berarti hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah, Tuhan semesta alam. Ayat ini memadukan dalil wahyu yang benar dan dalil akal sehat (logika). Sebagai wahyu yang memberitakan ketuhanan Allah ia merupakan berita yang benar dan jujur. Tetapi pola pembuktian ketuhanan allah disesuaikan dengan alur logika manusia sehingga ia juga merupakan dalil akal sehat yang benar. Selanjutnya Allah berfirman:

الله لاإله إلاهوالحي القيوم

“Dia-lah Allah, tiada Tuhan selain Dia, Yang Hidup Kekal agi terus menerus mengurus (urusan makhluk)…”. (al-Baqarah:255)

Demikianlah al-Qur’an telah memulai penjelasannya dan terus menerus mengulangi tentang jenis tauhid ini. Al-Qur’an menyebut dalil yang bersifat umum yang menjelaskan hakikat tauhid uluhiyah dan kedudukannya dalam agama kaum muslimin. Al-Qur’an juga memaparkan dalil-dalil yang bersifat khusus yang mendiagnosa berbagai bentuk fenomena tauhid uluhiyah dalam kehidupan manusia. Akan tetapi, siapa saja yang menganalisa masalah ini dengan seksama akan menemukan bahwa kesalahan yang paling bebahaya disini terletak pada penyimpangan pemahaman terhadap subtansi tauhid uluhiyah
Karena tidak mengetahui hakikat dan subtansi Tauhid uluhiyah, banyak ahli kalam yang menyamakannya dengan tauhid rububiyah yang nota bene juga dipercaya oleh kaum Musyrikin. Akibatnya banyak manusia yang sesat karena mereka terjerumus kedalam berbagai bentuk syirik. Alasannya, mereka tidak menentang Rububiyah atau ketuhanan Allah, Tuhan semesta alam.

d. Tauhid Rububiyah
Tauhid Rububiyah adalah suatu kepercayaan, bahwa hanya Allah adalah satu-satunya dzat yang menciptakan segala apa yang ada di alam semesta ini.
Kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah SWT, yaitu ‘Robb’. Nama ini mempunyai beberapa arti, antara lain: al-Murrabi (pemelihara), al-Nashir (penolong), al-Malik (pemilik), al-Mushlih (yang memperbaiki), al-Sayyid (tuan) dan al-Wali (wali).
Dalam terminology syariat Islam, istilah tauhid rububiyah berarti: “Percaya bahwa Allah-lah satu-satunya Pencipta, Pemilik, Pengendali alam raya yang dengan takdir-Nya Ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya”.
Dalam pengertian ini istilah Tauhid Rububiyah belum terlepas dari akar makna bahasanya. Sebab Allah adalah Pemelihara makhluk, para rasul dan wali-wali-Nya, Pemilik bagi semua makhluk_Nya, Yang senantiasa memperbaiki keadaan mereka dengan pilar-pilar kehidupan yang telah diberikannya kepada mereka, Tuhan kepada siapa derajat tertinggi dari kekuasaan itu berhenti, serta Wali atau Pelindung yang tak terkalahkan yang mengendalikan urusan para wali dan rasul-Nya.
Tauhid Rububiyah mencakup dimensi-dimensi keimanan berikut ini:
Pertama, beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah yang bersifat umum. Misalnya, menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan, menguasai, dll.
Kedua, beriman kepada takdir Allah.
Ketiga, beriman kepada dzat Allah.

Landasan tauhid rububiyah adalah dalil-dalil berikut ini:

الحمدلله رب العلمين

“Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam”. (al-Fatihah:1)

ألاله الخلق والامر

“Ingatlah menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah’. (al-A’raaf:54)

Selain dalil-dalil dari Al-Qur’an juga terdapat dalil-dalil dari Sunnah Rasulullah SAW:

أللهم أقسم لنامن خشيتك ماتحول به بينناوبين معصيتك٫ ومن طاعتك ماتبلغنا به جنتك. رواه الترمذى

“Ya Allah bagikanlah kepada kami rasa takut kepada-Mu yang dengannya Engkau membuat batas antara kami dengan kemaksiatan. Berikan pula kami ketaatan kepada-Mu yang dengannya Engkau menyampaikan kami ke surga-Mu”. (HR. Tirmidzi dari Ibnu Umar)

Selain Al-Qur’an dan Sunnah, akal sehat juga nmembuktikan hal yang sama. Misalnya, firman Allah SWT:

ٲم خلقوامن غيرشيءٲم هم الخالقون

“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri”. (ath-Thuur:35)

Runtut pembuktian akal sehat atas ayat ini adalah bahwa ada tiga asumsi yang mungkin dapat diterima secara logis disini, yaitu:
Pertama, mereka diciptakan dari ketiadaan. Ini secara mutlak jelas tidak mungkin. Karena ketiadaan tidak mungkin jadi sebab kewujudan.
Kedua, mereka adlah pencipta-pencipta. Ini merupakan pemaduan dua hal yang saling kontradiksi. Sebab ia mengasumsikan kewujudan sesuatu pada saat ketiadaannya. Ini tentu mustahil. Karena ketiadaan adalah kontra kewujudan.
Ketiga, ada pencipta selain mereka, yaitu Allah SWT. Asumsi inilah harus ditetapkan.

Penjelasannya adalah; Jika diasumsikan ada dua pencipta, maka ada dua kemungkinan. Pertama, derajat mereka sama. Kedua, derajat mereka berbeda. Jika derajat mereka sama, maka ada dua kemungkinan: pertama, tindakan salah satu dari keduanya adalah syarat bagi tindakan yang lain, kedua, tindakannya bukan syarat. Jika tindakannya adalah syarat, maka keduanya otomatis gugur. Karena tindakan masing-masing dari keduanya saling melumpuhkan tindakan yang lain. Kalau bukan syarat, maka itu berarti memadukan dua kontradiksi: yakni bila yang satu menginginkan satu benda bergerak, sementara yang lain menginginkan tidak bergerak. Ini tentu mustahil.
Tetapi jika derajat mereka berbeda atau bertingkat, maka yang terkuat itulah yang mengendalikan. Ini artinya yang satu terkalahkan. Sedang kondisi saling mengalahkan adalah bukti kelemahan. Sebab itu menyebabkan terjadinya kerusakan dan kegoncangan dalam kehidupan makhluk. Karena tidak terlihat adanya kerusakan, maka tak satu pun diantara keduanya yang layak jadi Tuhan. Maka yang benar adalah bahwa Tuhan itu hanya satu.
Dari sini jelaslah bagi kita bahwa tauhid rububiyah bukanlah keseluruhan ajaran Tauhid. Ia hanya sebagian dari keseluruhan itu. Karena itu tidak cukup bagi seorang hamba untuk hanya percaya pada tauhid rububiyah.

B. PERBEDAAN TAUHID RUBUBIYAH DAN ULUHIYAH
a. Perbedaan akar kata. Kata rububiyah diambil dari salah satu nama Allah, yaitu Rabb, sedang kata uluhiyah diambil dari akar kata ilah.
b. Tauhid rububiyah terkait dengan masalah-masalah kauniyah (alam) seperti: menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan dan semacamnya. Sedang tauhid uluhiyah terkait dengan perintah dan larangan seperti: wajib, haram, makruh dan lainnya.
c. Kaum musyrikin meyakini kebenaran tauhid rububiyah tetapi menolak mengakui tauhid uluhiyah. Ini dinyatakan Allah dalam al-Qur’an:

مانعبدهم إلاليقربوناإلى لله زلفى

“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. (az-Zumar: 3)

d. Subtansi tauhid rububiyah bersifat ilmiah (pengetahuan) sedang subtansi tauhid uluhiyah bersifat amaliah (aplikatif).
e. Tauhid uluhiyah adalah konsekuensi pengakuan terhadap tauhid rububiyah. Maksudnya, tauhid uluhiyah itu berada di luar tauhid rububiyah, tetapi tauhid rububiyah tidak dianggap teraplikasi dengan benar kecuali bila dilanjuti dengan tauhid uluhiyah. Dan bahwa tauhid uluhiyah sekaligus mengandung pengakuan atas tauhid rububiyah dalam artian bahwa tauhid rububiyah merupakan bagian dari tauhid uluhiyah.
f. Tidak semua yang beriman pada tauhid rububiyah itu otomatis menjadi muslim, tetapi semua yang beriman pada tauhid uluhiyah otomatis jadi muslim.
g. Tauhid rububiyah adalah pengeesaan Allah dengan perbuatan-perbuatan-Nya sendiri, seperti mengeesakan Dia sebagai Pencipta dan semacamnya. Sedang tauhid uluhiyah adalah pengeesaan Allah dengan perbuatan-perbuatan hamba-Nya, seperti shalat, zakat, haji, cinta, benci, rasa harap, rasa takut, rasa cemas dan semacamnya. Karena tauhid uluhiyah sering pula disebut tauhid iradah dan thalab (kemauan dan permohonan).


KESIMPULAN
Tauhid Dzat adalah meng-Esa-kan dari segala Dzat-Nya yang berbeda dari dzat manusia, mengimani bahwa dzat yangh dimiliki-Nya tidaklah tersusun, tidak terbentuk, ataupun sama sebagimana makhluk-Nya.
Tauhid sifat adalah meyakini bahwa sifat-sifat Allah seperti ilmu, kuasa, hidup, dsb adalah merupakan hakikat Dzat-Nya. Sifat-sifat itu tidak sama dengan sifat-sifat makhluk lainnya.
Tauhid Uluhiyah adalah Mengesakan Allah dalam ibadah dan ketaatan. Atau mengesakan Allah dalam perbuatan seperti shalat, dll. Maksudnya semua itu dilakukan yaitu bahwa kita melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya sebagai bukti ketaatan dan semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT”.
Tauhid Rububiyah adalah Percaya bahwa Allah-lah satu-satunya Pencipta alam raya yang dengan takdir-Nya Ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya.



DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim Muhammad bin Abdullah Al-Buraikan, Pengantar Studi Aqidah Islam, Jakarta : Robbani Press, 1998.
Drs. Zaenul Arifin, M.Ag. Tauhid dan Implikasinya dalam Kehidupan, Semarang : Sagha Grafika Solusindo, 2015.
Tengku Habibie M. Risalah Tauhid Al-Waliyyah, Aceh Besar : Al-Waliyah, 2011.
Muhammad bin A.W. al-‘Aqli, Manhaj Aqidah Imam Syafi’i, Saudi Arabia : Maktabah Adhwaas-Salaf, 2002.
Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abdul Latif, Pelajaran Tauhid untuk Tingkat Lanjutan, Jakarta : Darul Haq, 1998.
www.alwaliyah.com
www.Islamiyyah.mywibes.com

0 Response to "MAKALAH ILMU TAUHID : DZAT, SIFAT RUBUBIYAH DAN ULUHIYAH"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel